NarasiTimur
Beranda Hukum Penetapan Nuraksar Sebagai Terdakwa Kasus DID Tidore Dinilai Keliru

Penetapan Nuraksar Sebagai Terdakwa Kasus DID Tidore Dinilai Keliru

Mahri Hasan (Ist/narasitimur)

Narasitimur – Praktisi Hukum Maluku Utara, Mahri Hasan, menilai Kejaksaan Negeri (Kejari) Soa Sio Tidore Kepulauan keliru dalam penetapan tersangka tunggal atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dana insentif daerah (DID) di Pemerintah Kota (Pemkot) Tidore Kepulauan tahun anggaran 2020. Anggaran tersebut diketahui melekat di Dinas Pertanian (Distan) setempat.

Penetapan tersangka tunggal atas nama Nuraksar Kodja selaku pemilik salah satu toko tani di Kota Tidore Kepulauan itu, tidak berdasarkan bukti yang jelas dan akurat untuk dibuktikan.

“Kalau di lihat kasus ini, Jaksa harus lebih terbuka dan profesional, karena menetapkan Nuraksar sebagai tersangka hingga menjadi terdakwa yang saat ini menjalani sidang, tidak ada kronologis peristiwa yang jelas untuk membuktikan dugaan korupsinya,” kata Mahri Hasan, Minggu (10/11/2024).

Dari anggaran DID Distan saat itu sebesar Rp2.100.000.000, yang masuk ke rekening terdakwa (Nuraksar) hanya Rp711.296.000 sesuai dengan apa yang dibelajakan di toko terdakwa. Hal itu juga telah dibuktikan dengan nota pembelian.

Itu artinya, sambung Mahri, tidak ada bukti yang menerangkan adanya kerugian negara atau penyalahgunaan yang dilakukan oleh terdakwa.

Apalagi kata Mahri, kasus ini baru diusut oleh Jaksa setelah Kepala Dinas Pertanian dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meninggal dunia. Hal ini menurutnya sangat tidak wajar dalam menentukan satu perbuatan hingga menetapkan seseorang sebagai tersangka.

“Jelas dalam keterangan terdakwa, karena terdakwa sebagai pemilik toko yang sekedar penyedia barang, dan terdakwa juga melakukan pengadaan barang sesuai permintaan kelompok tani dan sesuai item. Apalagi soal bukti kerugian negara Jaksa tidak memberitahukan dengan jelas berapa nominal kerugiannya,” tutur Mahri.

Selain itu menurut Mahri, dalam kasus korupsi tidak ada tersangka tunggal, karena pasti ada keterlibatannya banyak orang, seperti ketika proses pencairan anggaran hingga pengadaan barang.

“Secara pribadi, menilai Jaksa telah menunjukkan tidak profesional dalam bekerja. Untuk itu, saya menyarankan kepada keluarga terdakwa agar mengajukan pengaduan ke Jamwas sebagai pengawas internal yang bertugas menilai dan mengoreksi kinerja para jaksa sebagimana disebutkan dalam peraturan Jaksa Agung 006/a/ja/07/2017 Pasal 521 ayat 2 jo Pasal 522 huruf b,” tegasnya.

Mahri menambahkan, pada aspek lain persoalan tersebut harus disampaikan ke komisi Kejaksaan sebagai pengawas eksternal yang mempunyai tugas yang sama yakni salah satunya menilai kinerja dan perilaku Jaksa sebagaimana disebutkan dalam Perpres nomor 18 Tahun 2011 Pasal 3 huruf a dan b.

“Intinya, jika di lihat secara detail terdapat perbuatan tersebut bukan melawan hukum, tidak memperkaya subjek hukum orang atau korporasi dan jika demikian dakwaan JPU tidak terbukti,” pungkasnya. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan