NarasiTimur
Beranda Publik 20 Tahun Eksplorasi di Halmahera Timur, Kontribusi PT Antam Dinilai Minim

20 Tahun Eksplorasi di Halmahera Timur, Kontribusi PT Antam Dinilai Minim

PT Antam (Ist/narasitimur)

Narasitimur – Selama lebih dari 20 tahun melakukan eksplorasi dan penambangan nikel di Kabupaten Halmahera Timur, kontribusi PT Aneka Tambang (ANTAM) Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Maluku Utara, terhadap pembangunan daerah dinilai masih minim.

Berdasarkan data yang dihimpun, saat ini PT ANTAM memiliki tiga titik kawasan eksplorasi di Haltim. Pertama, Pulau Pakal dengan luas 709 hektare yang mulai dieksplorasi sejak 2010.

Dari kawasan ini, kontribusi ke daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perdana Cipta Mandiri (PCM) tercatat lebih dari Rp 32 miliar sejak 2012, dengan persentase laba bersih yang fluktuatif setiap tahunnya. Sesuai Perda Nomor 20 Tahun 2007, 55 persen laba bersih tersebut menjadi bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Haltim.

Kedua, kawasan Tanjung Buli yang dioperasikan sejak sekitar tahun 2003, dan ketiga di Site Mornopo. Namun, kontribusi PAD dari dua titik terakhir ini nyaris tidak ada karena pengerjaannya dilakukan kontraktor luar daerah.

“Kalau tidak ada keterlibatan BUMD, maka tidak ada pemasukan langsung untuk daerah melalui PAD. Aktivitas di Tanjung Buli dan site Mornopo dikerjakan oleh kontraktor dari Manado, jadi kontribusinya ke Haltim nihil,” ujar Dirut BUMD PCM Haltim, Tartum, ketika dikonfirmasi Selasa (12/8/2025).

Diketahui, Tanjung Buli saat ini dikelola PT Samudera Mulia Abadi (SMA) sejak 2021, setelah sebelumnya dipegang PT Yudistira dan PT STM. Sementara site Mornopo dikelola PT Manado Kreasi Anugerah (NKA).

Kondisi ini membuat pemasukan dari sektor pertambangan di Haltim bergantung penuh pada eksloitasii di Pulau Pakal, yang merupakan hasil MoU antara Pemkab Haltim dan ANTAM pada 2011. Perjanjian tersebut mengatur keterlibatan BUMD sebagai kontraktor.

“Kalau dua titik tambang lainnya dikelola BUMD PCM Haltim, dampaknya akan besar. Selain PAD bertambah, tenaga kerja lokal bisa terserap hingga 80 persen. Pajak bagi hasil juga akan masuk ke daerah karena NPWP-nya lokal,” tambahnya.

Ironisnya, meski menjadi salah satu daerah penghasil nikel, Haltim hingga kini masih tercatat sebagai kabupaten termiskin di Maluku Utara. Hal ini memunculkan pertanyaan publik terkait efektivitas kehadiran perusahaan tambang besar di daerah tersebut. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan