NarasiTimur
Beranda Tajuk Museum “Gubuk” Milik Muhlis Eso dan Cerita Poster Tentara Jepang

Museum “Gubuk” Milik Muhlis Eso dan Cerita Poster Tentara Jepang

Poster peninggalan tentara Jepang (Narasitimur)

Oleh: Ranto Daeng Badu (Jurnalis)

KOMUNITAS jurnalis bernama Aliansi Jurnalis Morotai (AJM), sekira jam 3 sore tepatnya Jumat (28 /11/2025) menyempatkan waktu mereka untuk mengunjungi museum Swadaya milik Muhlis Eso. Terik matahari begitu menyengat, namun hal itu tak menyurutkan perjalanan para jurnalis ini untuk ke museum yang terletak di Desa Joubela Kecamatan Morotai Selatan.

Museum Swadaya ini menyimpan sisa-sisa peninggalan Perang Dunia ke-II. Muhlis Eso menjadi penjaga sejarah sekaligus penemu bekas sisa perang sekutu di Morotai, dan itu semua ia simpan rapi di gubuknya yang memiliki nilai historis tinggi.

“Di area museum saya ini, dulu adalah salah satu lokasi pemutaran bioskop di masa Perang Dunia II,” ungkapnya Muhlis kepada belasan jurnalis yang saat itu berbincang-bincang dengannya sembari menunjukan beberapa foto para tentara Jepang yang pernah menduduki Pulau Morotai.

Muhlis bilang, peninggalan yang ia temukan kebanyakan berupa sisa-sisa alat peperangan dari Amerika dan sekutunya, sedangkan peninggalan tentara Jepang lebih bersifat misterius dan rahasia di Pulau Morotai. Muhlis sendiri memilik visi misi besar bagi generasi penerus bangsa. Dirinya menginginkan, bagi siapa yang memiliki kemauan untuk belajar bersama, menulis sejarah, dan membuat karya ilmiah tentang Perang Dunia ke-II di Pasifik, tentu bisa saja memanfaatkan situs yang ada. Mengapa tidak? karena menurut Muhlis, kontribusi Morotai kala itturut melahirkan kemerdekaan Indonesia. Hal itu terbukti ketika Muhlis menerima dokumen rahasia dari luar negeri, seperti sebutannya “Orang ketiga dari Blamey”.

Dokumentasi yag diterimanya berupa poster yang menggambarkan situasi penyerahan diri tentara kedua Jepang di Morotai pada 9 September 1945. Di dalam poster itu, tertera wajah Jenderal Sir Thomas Blamey dan Letjen Beyyman yang sedang menandatangani sekaligus menyerahkan dokumen penyerahan diri. Menurut keterangan Muhlis, poster itu disumbangkan oleh Nicholas Hughes untuk mengenang ayahnya Herbert Bristow Hughes yang saat itu bertugas di Tentara Australia di Morotai dan Tarakan, Kalimantan pada Perang Dunia ke-II.

“Supaya saya bisa titipkan pada generasi penerus bangsa dan bisa membuktikan ke dunia internasional, bahwa Morotai pernah diduduki oleh eks Perang Dunia II melawan Jepang di Morotai,” ujarnya dengan rasa bangga.

Muhlis mengaku, hingga pekan terakhir pada November ini, museumnya ini ramai dikunjungi wisatawan, termasuk delegasi dari Australia, Jerman, dan Inggris. Ia juga menerima penghargaan dokumentasi dari pihak Australia.

“Itu anak ketiga dari Jenderal yang dilupakan, dia punya bapak namanya Jenderal Sir Thomas Blamey, akhirnya anak-anaknya menuntut dan memberikan dokumentasi ke saya agar sejarah itu bisa diungkap kembali,” ucap Muhlis.

Begitu banyak histori yang disimpan Muhlis, tetapi ironisnya museum “gubuk” yang ia kelola ini kurang perhatian dar Pemerintah Pusat, maupun Pemerintah Provinsi Maluku Utara bahkan Pemerintah Pulau Morotai sendiri. Ini adalah warisan sejarah yang harus dijaga, dirawat, dan bisa dikembangkan sebagai pusat studi sejarah di Morotai.

“Pemerintah pusat, provinsi, dan daerah coba berkunjung ke sini dan dapat merenovasi lebih bagus lagi situs-situs sejarah dan artefak ini,” harapnya. (*)

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan