Syarif Tjan: Hilirisasi, Jawaban untuk Problem Sampah di Ternate

Narasitimur – Kota Ternate, sebagai salah satu kota dengan pertumbuhan pesat di wilayah Maluku Utara, yang menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah. Dengan populasi yang terus bertambah, volume sampah yang dihasilkan masyarakat juga meningkat secara signifikan.
Oleh karena itu, pentingnya hilirisasi sampah menjadi sorotan utama dalam upaya menciptakan lingkungan, yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Kota Ternate, Syarif Tjan, menyebutkan bahwa TPA di kota ini sudah hampir mencapai kapasitas maksimal. “Jika tidak ada upaya pengelolaan yang lebih inovatif, kita akan menghadapi krisis lingkungan yang serius,” kata Syarif, Kamis (23/1/2025).
“Kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan metode lama seperti membuang sampah ke TPA, tanpa pengolahan. Hilirisasi sampah adalah solusi yang tidak hanya menyelesaikan masalah lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” terangnya.
Menurut Syarif, Kota Ternate yang setiap harinya menghasilkan sekitar 150 ton sampah, dan ini menjadi tantangan serius dalam pengelolaannya.
TPA Buku Deru-Deru yang ada saat ini hampir mencapai kapasitas maksimal, sementara kesadaran masyarakat untuk memilah sampah dari rumah tangga, masih rendah.
“Hilirisasi sampah harus segera diterapkan di Kota Ternate untuk mengurangi beban TPA, meminimalkan pencemaran lingkungan, dan menciptakan nilai tambah dari sampah yang selama ini dianggap sebagai limbah,” tegas Syarif.
Hilirisasi sampah adalah proses pengolahan sampah dari hulu ke hilir, di mana sampah diubah menjadi produk yang bernilai guna. Contohnya adalah pengolahan sampah organik menjadi pakan ternak dengan menggunakan maggot atau menjadi kompos , dan daur ulang sampah plastik menjadi bahan baku industri.
“Untuk sampah organik misalnya, kalau kita reduksi dengan memanfaatkan maggot maka tingkat penurunannya sangat signifikan. Karena maggot punya daya makan yang cukup tinggi yaitu 5 kali dari berat tubuhnya. Jadi kalau kita beternak maggot 10 ton saja, maka dalam sehari sampah organik bisa tereduksi 50 ton. Bisa dihitung berapa biaya pengangkutan sampah ke TPA bisa dikurangi? Bahkan bisa membuka lapangan pekerjaan baru di bidang industri sampah.Juga umur TPA menjadi panjang karena yang dibuang ke TPA hanyalah residu yg sudah tak bernilai,” paparnya.
Syarif menekankan bahwa penerapan hilirisasi membutuhkan dukungan masyarakat untuk lebih aktif berpartisipasi, seperti memilah sampah di rumah tangga dan mendukung program-program pengelolaan sampah.
“Kolaborasi adalah kunci. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus bersinergi agar hilirisasi sampah dapat berjalan efektif,” ujarnya.
Meski begitu, Syarif mengapresiasi inisiatif lokal dalam pengelolaan sampah oleh beberapa komunitas di Ternate. Namun, ia menekankan bahwa langkah-langkah tersebut perlu diperluas dan dilengkapi dengan teknologi reduksi sampah.
“Kita harus mulai dengan memperkuat program-program yang sudah ada, lalu mengintegrasikannya ke dalam sistem pengelolaan sampah yang lebih besar,” tambahnya.
Syarif optimis bahwa dengan penerapan hilirisasi sampah, Kota Ternate dapat menjadi contoh pengelolaan sampah berkelanjutan di Indonesia timur.
“Kita punya potensi besar untuk menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan. Hilirisasi sampah adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik untuk Kota Ternate,” tutupnya.
Hilirisasi sampah kini menjadi harapan baru untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan,.sekaligus menciptakan nilai tambah bagi masyarakat di Kota Ternate. (*)