Kasus 2 Pejabat di Maluku Utara yang Terlibat Pemukulan Terhadap Warga Berakhir Damai

Narasitimur – Dua pejabat yang terlibat dalam kasus dugaan penganiayaan, yakni Kepala Dinas Perindagkop Halmahera Barat, Demisius O Boky dan anggota DPRD Pulau Morotai, Yafet Sidigol, terhadap warga berakhir damai.
Dua kasus tersebut ditangani oleh Polres Halmahera Barat. Namun, dua perkara berbeda ini telah menyelesaikan kasus tersebut, secara restorative justice (RJ).
Demisius dan salah satu stafnya, Soni, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan usai menganiaya warga yang datang berdemonstrasi di kantor, Hardi Dano Dasim, Rabu (8/1/2025). Hardi saat itu memprotes kelangkaan minyak tanah dan mempertanyakan dugaan pungli pejabat Disperindagkop.
Sementara Yafet dan adiknya, Yansen Sidigol, melakukan kekerasan terhadap warga Halbar, Mus D Jalil, Minggu (5/1/2025). Keduanya juga telah ditetapkan tersangka dan ditahan di sel mapolres.
Para pelaku dalam kasus ini disangkakan dengan Pasal 170 ayat (1) subsider Pasal 351 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Demisius dan Soni ditahan selama 40 hari sejak 29 Januari hingga 9 Maret. Sedangkan kakak beradik Yafet dan Yansen ditahan selama 40 hari sejak 4 Februari hingga 15 Maret. Namun sebelum masa penahanannya berakhir, para tersangka dan korban sepakat berdamai.
Kasi Humas Polres Halbar IPDA Michael yang dikonfirmasi tandaseru.com membetulkan kedua kasus itu telah di-RJ-kan.
“Betul, sudah RJ semua. Dan itu atas permintaan para korban ke Pak Kapolres dikarenakan korban sudah memaafkan perbuatan tersangka,” ungkapnya, Selasa (11/3/2025).
Usai tercapai kesepakatan damai, para tersangka pun dibebaskan dan kasus tersebut dianggap selesai.
Restorative justice sendiri adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula.
RJ dapat diberlakukan pada kasus tindak pidana ringan, tindak pidana anak, tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum, tindak pidana narkotika, tindak pidana ITE, dan tindak pidana lalu lintas.
Adapun persyaratan umum pelaksanaan restorative justice secara materiil, meliputi:
Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat
Tidak berdampak konflik sosial
Tidak berpotensi memecah belah bangsa
Tidak radikalisme dan separatisme
Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan
Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.
Sedangkan persyaratan umum pelaksanaan restorative justice secara formil, meliputi:
Perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian dan ditandatangani oleh para pihak, kecuali untuk tindak pidana narkotika.
Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, berupa pengembalian barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat tindak pidana.
Dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban (kecuali untuk tindak pidana narkotika).