NarasiTimur
Beranda Publik MSI Maluku Utara Gelar Seminar Pemajuan Kebudayaan, Soroti Tradisi Kololi Kie untuk Pelestarian Lingkungan Ternate

MSI Maluku Utara Gelar Seminar Pemajuan Kebudayaan, Soroti Tradisi Kololi Kie untuk Pelestarian Lingkungan Ternate

Seminar Pemajuan Kebudayaan yang digelar oleh MSI dan Balai Pelestarian Kebudayaan (Angga/Narasitimur)

Narasitimur – Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Maluku Utara bekerja sama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Malut menggelar seminar pemajuan kebudayaan dengan mengusung tema “Tradisi Kololi Kie Mote Ngolo”.

Kololi Kie Mote Ngolo merupakan tradisi adat masyarakat Ternate yang melibatkan ritual mengelilingi Gunung Gamalama secara simbolis sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan leluhur.

Tradisi ini merepresentasikan hubungan spiritual antara manusia, alam, dan nilai-nilai budaya lokal, serta menjadi simbol persatuan dan kesadaran ekologis dalam kehidupan masyarakat Ternate.

Seminar berlangsung di Aula Mini Universitas Khairun Ternate, Rabu (16/7/2025), dan dibuka langsung oleh perwakilan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXI Provinsi Maluku Utara.

Ketua MSI Maluku Utara, Syahril Muhammad, dalam sambutannya menyampaikan bahwa seminar ini bertujuan untuk menghidupkan ekosistem budaya ritual adat Kololi Kie Mote Ngolo sebagai sarana pembudayaan tradisi kepada masyarakat Ternate.

Selain itu, seminar ini juga berupaya memperoleh pemahaman konkret dari maestro dan pelaku budaya mengenai nilai-nilai sosial, serta mendeskripsikan bentuk, makna, dan fungsi ritual adat Kololi Kie masyarakat Ternate.

Syahril menekankan bahwa tradisi Kololi Kie Mote Ngolo bukan hanya sekadar ritual tradisional, tetapi juga bagaimana masyarakat mengimplementasikan nilai-nilainya terhadap lingkungan. Ia mencontohkan persoalan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kelurahan Takome, Ternate Barat.

“Sekarang ini di Kota Ternate berkaitan dengan masalah sampah. Ini menjadi perhatian kita bersama, karena TPA sudah menjadi tantangan kita saat ini. Sampah itu hanya dibuang begitu saja di tepi pantai dan itu berdampak terhadap laut dan masyarakat sekitar,” jelasnya.

Ia berharap kolaborasi antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dapat mendorong agar tradisi ini tetap terjaga.

Sementara itu, Ketua Tim Kerja Kemitraan Balai Pelestarian Kebudayaan, Faujia Rasid, menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program balai yang telah berjalan selama tiga tahun.

Program ini menyasar komunitas budaya, penggiat budaya, pemerhati budaya, serta sanggar budaya dan semua pihak yang membidangi kebudayaan. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan