TAKI Sebut Gubernur Malut Memberikan Pernyataan Sesat Soal 11 Warga Adat Maba Sangaji

Narasitimur – Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, dinilai menyampaikan pernyataan menyesatkan dan menjauhkan pokok masalah terkait 11 warga Maba Sangaji, yang saat ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Soasio.
Sebagaimana diketahui, pada 1 September 2025, sejumlah elemen masyarakat, mahasiswa, dan warga menggelar aksi di Ternate, Maluku Utara untuk merespons situasi nasional sekaligus menyoroti kasus kriminalisasi 11 warga adat Maba Sangaji.
Dalam aksi itu, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda memberikan komentar terkait kasus tersebut. Ia menyebutkan bahwa menurut “fakta persidangan”, terdapat bukti bahwa para terdakwa membawa senjata tajam, membakar mobil polisi, dan melakukan perampasan.
“Kami disayangkan, tapi fakta persidangan membuktikan ada alat tajam yang dibawa, ada bakar-membakar mobil polisi, dan ada perampasan. Kita mencari jalan untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak sebelas tahanan,” ujar Sherly, sebagaimana dikutip dari video Halmaherapost yang beredar di media sosial.
Bagi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (TAKI), pernyataan ini keliru, sesat, dan tidak berdasar. Bahkan, pernyataan itu berulang kali disampaikan Gubernur ke publik seolah-olah sudah menjadi kebenaran hukum.
Fakta Persidangan Tidak Mendukung Tuduhan
Padahal, sidang sebelas warga Maba Sangaji hingga kini sudah berlangsung tiga kali, dan tak satu pun saksi fakta yang dihadirkan JPU mampu menjelaskan secara komprehensif dakwaan Pasal 368 KUHP, Pasal 162 UU Minerba, dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat.
“Tidak ada bukti kuat yang mengaitkan warga dengan tuduhan itu. Apa yang disampaikan Gubernur jelas tidak sesuai fakta persidangan,” tegas Wetub Toatubun dari TAKI.
Sementara itu, Lukman Harun, bagian dari tim advokasi, menilai pernyataan Gubernur berbahaya karena menggiring opini publik bahwa para warga sudah terbukti bersalah.
“Seharusnya Gubernur memahami posisinya sebagai eksekutif, bukan mengomentari pokok persidangan yang ada di ranah yudikatif. Ucapan itu justru terkesan membela korporasi tambang nikel dan menyingkirkan masyarakat adat dari ruang hidupnya,” tandas Lukman.
Pokok Masalah: Perampasan Tanah dan Hutan Adat
Menurut Agung Ilyas dari TAKI, ucapan Gubernur Malut yang sekadar menaruh ‘prihatin’ pada kondisi ekonomi keluarga terdakwa justru menjauhkan persoalan dari akar masalah.
“Akar persoalan Maba Sangaji adalah perjuangan masyarakat adat mempertahankan wilayahnya dari kerakusan tambang nikel yang merusak hutan dan sungai. Bukan semata soal nafkah keluarga para tahanan,” ujarnya.
Atas dasar itu, TAKI menuntut Gubernur Maluku Utara segera meminta maaf dan mengklarifikasi pernyataannya yang menyesatkan publik terkait 11 warga Maba Sangaji.
TAKI juga meminta Sherly Tjoanda agar menghentikan pencitraan politik yang menjauhkan masalah pokok perjuangan masyarakat adat melawan tambang nikel.
Selain itu, TAKI juga mendesak pemerintah agar mencabut IUP PT Position dan IUP lainnya di atas tanah serta hutan adat Maba Sangaji, serta menyerukan solidaritas publik untuk mendukung pembebasan 11 warga Maba Sangaji, yang kini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Soasio. (*)