Tanya Kapan Bebas, 1 Tahanan Diduga Dihajar Petugas Rutan Tidore

Narasitimur – Seorang tahanan Rutan Soasio Tidore Kepulauan, Maluku Utara, bernama Jamaludin Badi diduga menjadi korban kekerasan petugas rutan.
Insiden terjadi pada Senin (20/10/2025), saat Jamaludin bersama rekannya Sahil Abubakar mengurus sisa masa tahanan mereka.
Jamaludin dan Sahil merupakan dua dari 11 warga adat Maba Sangaji yang telah divonis hukuman penjara 5 bulan 8 hari dipotong masa tahanan.
Jamaludin mengungkapkan, peristiwa itu bermula saat pihak rutan melalui Kepala Pelayanan Tahanan menginformasikan bahwa pada Kamis besok hanya 8 dari 11 tahanan yang akan dibebaskan. 3 orang yang belum dibebaskan termasuk Jamaludin dan Sahil.
“Informasi ini kemudian saya bersama Sahil Abubakar meminta ke pihak rutan untuk meminta waktu telepon, menghubungi langsung pihak jaksa dan PH (penasihat hukum). Di tengah proses apa yang kami sampaikan ke PH itu, kemudian salah satu petugas dari sipir (S alias A, red), datangi torang (kami, red), lalu suruh torang untuk segera sembahyang. Saya langsung kasih tahu ke dia bahwa torang akan salat, setelah torang kasih selesai torang punya masalah ini, karena ini urgen sekali. Torang juga sudah dikasih kesempatan oleh kepala pengamanan rutan untuk telepon PH,” terangnya.
“Ketika saya kasih tahu itu (ke S alias A), dia juga langsung dengan keras memaki saya dengan mengatakan bahwa ‘cukimai ngana ini’. Di situ saya langsung datangi dia dan sampaikan ‘ngana bilang apa tadi?’. Saya langsung dorong dia dan baku pukul,” sambung Jamaludin.
Begitu pecahnya perkelahian, menurut Jamaludin, sejumlah petugas rutan ikut datang dan mengeroyoknya. Ia membantah jika para petugas datang untuk melerai perkelahiannya dengan A.
“Saya dikeroyok, bukan melerai, dikeroyok oleh sebagian petugas selain A ini. Dan pada saat itu, saya punya ibu mencoba untuk melerai, dan dia juga termasuk kena pukulan oleh petugas,” bebernya.
Akibat dugaan pengeroyokan itu, Jamaludin mengalami luka di mata kiri, bibir, dan rusuk kanan.
“Petugas yang sama, A, juga pernah melakukan kekerasan, gara-gara persoalan salat tadi. Torang lima orang ditampar oleh petugas yang sama. Lima orang itu saya, Nahrawi, Indrasani, Julkadri, dan Sahrudin Awat. Kejadiannya sekitar bulan Juli pasca pindah dari Lapas Ternate,” ungkap Jamaludin.
Sementara itu, Kepala Rutan Soasio David Lekatompessy dalam keterangannya menyatakan, Sahil dan Jamaludin awalnya menanyakan soal putusan mereka ke Kapelta Rahman. Saat tengah adu argumen, masuk jam salat Zuhur. David bilaang, di rutan jika sudah masuk jam salat maka tahanan harus salat.
“Cuma Jamal bilang nanti baru salat. Tapi selama ini kalau sudah masuk jam salat ya salat, jadi terjadi percekcokan di situ. Mungkin entah ada yang kasih keluar kata kasar atau apa, saya juga tidak tahu. Jadi saat adu argumen itu, mungkin petugas keluarkan kalimat begitu, lalu Jamal pukul duluan, ada rekaman video CCTV. Jamal dorong (pipi petugas). Petugas ini kan sementara bertugas, akhirnya ya terjadi (adu fisik), ada rekaman CCTV,” tuturnya.
Menurut David, petugas lain yang datang belakangan hanya melerai. Ia pun berjanji akan menindak tegas petugas yang terlibat.
“Saya akan BAP, saya lakukan pemeriksaan ke mereka. Yang jelas saya akan periksa A. Kalau terbukti bersalah, pasti akan ada hukuman disiplin,” ujaarnya.
Ia menambahkan, saat ini Jamaludin telah meminta izin untuk visum dan sudah diizinkan.
“Namun kalau pada saat tanggal 8 keluar, dia keluar. Tapi kalau divisum lalu hasilnya bagaimana, awal mula siapa, akhirnya juga siapa, kalau toh dia akan pidana, kita akan saling klarifikasi. Kalau awal mula dia, kita akan melakukan pelaporan balik,” tandasnya.
Penasihat hukum 11 warga Maba Sangaji, Yulia Pihang, secara terpisah menyatakan kliennya telah mengalami tindakan kekerasan berupa penganiayaan dan pengeroyokan oleh petugas rutan. Jamaludin, sambungnya, mengalami luka fisik, termasuk bibir pecah, wajah lebam, dan hidung pendarahan gegara tindakan tersebut.
“Saat ini, kami telah membawa korban melapor secara resmi ke Polres Tidore Kepulauan untuk dilakukan visum et repertum sebagai bukti medis yang sah. Visum ini akan menjadi dasar hukum dalam proses pelaporan tindak pidana yang kami ajukan terhadap petugas rutan,” terangnya.
Ia menegaskan, tindakan kekerasan terhadap tahanan adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, yang bertentangan dengan UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, KUHP Pasal 170 tentang Pengeroyokan Jo KUHP Pasal 351 tentang Penganiayaan dan Jo Pasal 55 , serta prinsip-prinsip internasional yang telah diratifikasi Indonesia.
“Kami juga sangat sesali karena ibu Jamal juga menjadi sasaran pukulan dari petugas rutan. Kami mendesak Kementerian Hukum dan HAM, Komnas HAM, dan Ombudsman RI untuk segera turun tangan melakukan investigasi independen, memastikan adanya pertanggungjawaban hukum, serta memberikan perlindungan terhadap korban,” tegas Yulia.
“Kami juga menuntut agar oknum petugas yang terlibat segera diberhentikan dari jabatannya dan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas, demi tegaknya keadilan bagi masyarakat adat Maba Sangaji dan demi memastikan bahwa rutan tidak lagi menjadi ruang kekerasan, melainkan tempat pembinaan yang manusiawi,” tandasnya. (*)