Klarifikasi Gubernur Malut Dipertanyakan, IACN Soroti Beneficial Ownership
Narasitimur – Klarifikasi Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, terkait kepemilikan saham warisan di sejumlah perusahaan tambang dinilai tidak memadai dan berpotensi menutupi persoalan hukum yang lebih substantif.
Direktur Indonesia Anti-Corruption Network (IACN), Igrissa Majid, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan untuk segera menguji unsur tindak pidana korupsi dengan pendekatan Beneficial Ownership (BO) atau Penerima Manfaat.
Igrissa mengatakan, kepemilikan saham Gubernur Sherly di perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah kewenangannya, seperti diungkap Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), tidak hanya berkaitan dengan etika jabatan, tetapi juga memenuhi unsur Penerima Manfaat yang membuka ruang penyalahgunaan wewenang.
“Alasan ‘turun waris’ adalah logika yang keliru. Secara hukum, kepemilikan saham yang tetap dipegang dan memberikan manfaat ekonomi merupakan konflik kepentingan nyata,” tegas Igrissa dalam keterangannya, Rabu (19/11/2025).
Ia menilai klaim gubernur dapat dibantah melalui penerapan Perpres Nomor 13 Tahun 2018 tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi. Aturan tersebut menegaskan individu yang menikmati manfaat ekonomi, langsung maupun tidak langsung, dapat dikategorikan sebagai BO.
Berdasarkan data JATAM, Gubernur Sherly disebut memiliki porsi saham signifikan di sejumlah perusahaan tambang, termasuk 71 persen saham di PT Karya Wijaya. Menurut Igrissa, posisi tersebut menempatkan gubernur sebagai pihak yang harus bertanggung jawab terhadap aktivitas korporasi.
IACN juga menyoroti tiga potensi tindak pidana korupsi yang perlu diuji, yakni penyalahgunaan wewenang, penerimaan gratifikasi berupa dividen saham, serta potensi kerugian negara dari aktivitas perusahaan yang diduga tidak memiliki izin lengkap.
Selain aspek hukum, Igrissa menyinggung dampak lingkungan dari perusahaan terafiliasi, seperti PT Indonesia Mas Mulia dan PT Bela Sarana Permai, yang disebut meninggalkan catatan pencemaran dan persoalan lahan. Ia juga mengingatkan adanya perusahaan lain, seperti PT Amazing Tabara dan PT Bela Kencana, yang pernah dicabut izinnya oleh Kementerian ESDM.
IACN mendesak dua langkah utama: penegak hukum diminta segera memproses unsur Tipikor, dan Gubernur Sherly diminta melepas seluruh kepemilikan saham sebagai bentuk komitmen menghindari konflik kepentingan.
“Pernyataan bahwa tidak ada konflik kepentingan adalah naif dan mengabaikan banyak preseden korupsi serupa di Indonesia,” tutup Igrissa. (*)
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





