Pecat Guru PPPK yang Menuntut Hak, Bupati Halmahera Utara Disebut Inprosedural

Narasitimur – Pemecetan terhadap salah satu guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau P3K, Benius Gosoma, yang dilakukan secara langsung oleh Bupati Halmahera Utara, Frans Manery pada Selasa (29/10/2024) disorot oleh akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Sahroni Hirto.
Menurut Sahroni, seorang bupati atau kepala daerah tidak boleh memecat P3K secara langsung, karena harus melalui mekanisme. Apalagi, P3K yang sudah mengikuti pengangkatan atau di SK-kan.
“P3K ini kan sama kayak ASN, jadi kalau melakukan pemecatan semestinya kepala daerah menyurat terlebih dahulu ke BKN terkait pelanggaran lewat bidang kode etik di daerah yang dipimpin oleh sekda, kemudian buat berita acara lalu ke BKN dengan tembusan ke KASN. Tetapi pemecatannya belum bisa langsung karena ada tahapannya. Kalau tidak ikut tahapan berarti inprosedural,” terang Sahroni, Kamis (31/10/2024).
Sahroni bilang, terkait kasus Benius dan kawan-kawannya yang melakukan aksi menuntut hak mereka, itu bukan pelanggaran. Sebab, yang mereka lalukan adalah menuntut hak.
“Oh tidak apa-apa kalau demo menuntut hak. Itu kan hak mereka. Kalau hanya melakukan aksi, itu tidak bisa dipecat, apalagi terkait tuntutan gaji yang belum terbayarkan,” tegas Sahroni.
Pada waktu pemerintah daerah membuat formasi P3K, tentu sudah disesuaikan dengan anggaran daerah dan jumlah P3K. Sehingga, kata Sahroni, tidak ada alasan lagi bahwa pemda terlambat membayar gaji.
“Daerah harus siap dong. Karena dari awal bikin formasi dan jumlah mereka itu kan disesuaikan dengan anggaran daerah,” pungkasnya.
Menuntut hak yang belum dibayar, seperti gaji dan tunjangan, pada dasarnya bukanlah alasan yang sah untuk pemecatan PPPK, karena tuntutan tersebut adalah upaya untuk memperoleh hak yang memang seharusnya diterima. Pemecatan atas dasar aksi atau tuntutan hak bisa dianggap sewenang-wenang dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas. PPPK memiliki hak, untuk mendapatkan gaji dan tunjangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sekadar diketahui, Benius Gosoma bersama 15 guru P3K lainnya melakukan aksi menuntut gaji mereka, yang tak kunjung dibayar oleh Pemda Halut selama 2 bulan. Atas tindakan itu, Benius selaku korlap dipecat sementara belasan rekannya diberi peringatan, jika melakukan aksi lagi maka akan dipecat.
Padahal pemberhentian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) oleh bupati atau kepala daerah memerlukan alasan hukum yang jelas dan kuat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, pemberhentian PPPK hanya dapat dilakukan berdasarkan beberapa alasan tertentu, termasuk pelanggaran disiplin berat, tindak pidana, atau alasan lain yang diatur dalam kontrak kerja atau perjanjian yang ditandatangani.
Dalam konteks ini, jika ada keputusan bupati yang menginstruksikan pemecatan PPPK karena menuntut hak-hak tersebut, tindakan tersebut dapat dianggap melanggar aturan.
Dasar hukum yang bisa dijadikan acuan dalam mempertimbangkan sah atau tidaknya keputusan pemecatan ini, yaitu PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Peraturan BKN terkait dengan disiplin dan hak-hak PPPK. UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mengatur hak dan kewajiban ASN, termasuk PPPK.
PPPK yang merasa dirugikan berhak mencari keadilan melalui prosedur hukum, termasuk mediasi dengan BKN atau melalui Ombudsman, apabila terdapat indikasi ketidakadilan administrasi. (*)