NarasiTimur
Beranda Publik Pemuda dan Mahasiswa Ukhair Ternate yang KKN di Makaeling Serukan Pembebasan 11 Warga Maba Sangaji

Pemuda dan Mahasiswa Ukhair Ternate yang KKN di Makaeling Serukan Pembebasan 11 Warga Maba Sangaji

Pemuda dan mahasiswa kubermas Unkhair Ternate di Desa Makaeling, Halut (Tim/narasitimur)

Narasitimur – Para pemuda di Desa Makaeling, Kecamatan Kao Teluk, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, menyuarakan dukungan mereka untuk pembebasan 11 warga adat Desa Maba Sangaji di Halmahera Timur yang ditangkap oleh Polda Maluku Utara.

Seruan tersebut disampaikan saat kegiatan olahraga bersama dalam program Kuliah Berkarya Mahasiswa (Kubermas) tahun 2025 di desa setempat.

Fajrianto Idris, salah satu perwakilan pemuda, mengatakan kebersamaan mereka ini bukan sekadar seremonial, tetapi sebagai bentuk kepedulian terhadap kasus yang menimpa warga adat di Halmahera Timur.

Dirinya dan pemuda setempat menilai penangkapan tersebut, sebagai kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup.

“Mereka tidak sedang melakukan kejahatan. Mereka mempertahankan tanah adat yang diwariskan oleh leluhur. Ini bentuk perjuangan, bukan pelanggaran hukum,” ujar Fajrianto, Jumat (1/8/2025).

Menurut Fajrianto, perjuangan mempertahankan tanah adat adalah hak konstitusional warga negara. Mestinya, kata dia, aparat penegak hukum menghargai upaya warga dalam menjaga kelestarian lingkungan, dan tidak memperlakukan mereka seperti pelaku tindak pidana.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tegas Fajrianto, sudah jelas mengatur hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan. Aktivis lingkungan seharusnya dilindungi, bukan dikriminalisasi,” tegasnya.

Riski Mansur, koordinator lapangan Kubermas Universitas Khairun Ternate yang saat ini bertugas di Desa Makaeling, menyampaikan bahwa solidaritas yang ditunjukkan oleh pemuda merupakan bentuk keprihatinan terhadap tindakan represif terhadap masyarakat adat.

“Kami menyerukan kepada Polda Maluku Utara agar segera membebaskan 11 warga adat Maba Sangaji. Mereka hanya memperjuangkan hak atas tanah dan hutan, bukan melakukan kekerasan,” tambah Riski.

Rizki menilai bahwa penangkapan tersebut, mencerminkan adanya tekanan dari aktivitas industri ekstraktif yang mulai mengancam ruang hidup masyarakat lokal. Ekspansi industri di wilayah adat kerap menimbulkan konflik, dan masyarakat adat menjadi korban utama.

Riski juga mengecam segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan ruang hidupnya. Bagi dia, tindakan-tindakan semacam itu, bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan keadilan ekologis.

“Negara seharusnya hadir untuk melindungi warga dan menjamin keselamatan para pembela lingkungan hidup, bukan justru menjadi alat kepentingan korporasi,” ujarnya.

Perjuangan warga Maba Sangaji merupakan bentuk panggilan nurani untuk menyelamatkan lingkungan, menjaga warisan leluhur, dan mempertahankan martabat sebagai manusia yang merdeka di atas tanahnya sendiri.

Ia juga menambahkan, bahwa kegiatan olahraga bersama yang mereka lakukan tidak lepas dari semangat solidaritas tersebut.

“Ini simbol perlawanan damai. Kami ingin tunjukkan bahwa di kampung kecil sekalipun, kami peduli terhadap keadilan,” pungkasnya. (*)

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan