Progres Pembangunan RS Pratama di Halmahera Barat Tak Sampai 50 Persen, APH Didesak Turun Tangan

Narasitimur – Proyek pembangunan rumah sakit Pratama yang terletak di Desa Soana Masungi, Kecamatan Ibu, Halmahera Barat, Maluku Utara, menghabiskan anggaran sebesar Rp42 miliar. Namun, sayang progresnya hingga sekarang belum juga mencapai 50 persen.
Hal ini menjadi sorotan publik, salah satunya mantan anggota DPRD Halmahera Barat, Asdian Taluke.
Menurutnya, pembangunan rumah sakit ini tidak ada pengawasan soal kualitas pekerjaan proyek secara ketat baik dari internal, lembaga eksternal maupun pemerintah daerah.
“Ini proyek pemerintah, tapi anehnya dari awal saat peletakan batu pertama saja bukan dilakukan oleh pihak pemda, melainkan oleh pemilik lahan,” kata Asdian kepada media ini, Selasa (14/7/2025).
Sekadar diketahui, proyek pembangunan rumah sakit Pratama ini dikerjakan oleh PT Makayasa Mandala Putra, yang dimulai pada 24 Maret 2024 lalu. Anggarannya bersumber dari DAK sebesar Rp42.946.393.870, dengan waktu pelaksanaan selama 280 hari. Sesuai rencana awal, pembangunannya di Desa Jano, Kecamatan Loloda, namun dipindahkan ke Kecamatan Ibu.
“Sejak awal sudah menunjukkan indikasi pelanggaran prosedural. Proyek ini terindikasi maladministrasi, karena tidak dilaksanakan di lokasi yang sesuai dengan rencana awal pembangunan,” ungkapnya.
Mangkraknya pembangunan rumah sakit ini, kata dia, berpotensi merugikan negara. Bahkan, lahan yang dipakai untuk membangun, belum dibayar oleh pemda. Selain itu, sambung dia, ada pula dugaan manipulasi harga material karena adanya perpindahan lokasi.
Asdian juga begitu menyayangkan proyek ini karena alat kesehatan yang sudah dibeli oleh pemerintah sebesar Rp13 miliar, itu hanya disimpan di rumah pribadi pemilik lahan, yakni Ko Tiu.
“Sementara itu versi dari pihak Dinas Kesehatan Halbar menyebutkan anggaran alkes hanya sekitar Rp7 miliar. Perbedaan data ini menimbulkan tanda tanya besar soal transparansi anggaran,” ujarnya.
Atas kejanggalan ini pula, Asdian mendesak Kejati Maluku Utara dan Kejagung RI untuk turun tangan, menindak lanjuti proyek tersebut.
“Jika ini dibiarkan, negara yang akan dirugikan. Ini bukan hanya persoalan teknis, tapi juga administrasi dan dugaan pidana. APH harus segera bertindak,” pungkasnya.
Selain meminta APH memeriksa, Asdian juga mempertanyakan langkah pemda setelah proyek ini diaudit. Sebab, jika pembangunan dilakukan tanpa adanya perjanjian resmi atau kesepakatan hukum dengan pemilik lahan, hal ini bisa dikategorikan sebagai tindakan penyerobotan tanah.
“Kalau memang mau diaudit, audit dulu lahan. Apakah BPKP berani mewawancarai langsung pemilik lahan dan menanyakan kenapa belum ada pembayaran? Sampai hari ini, sepeser pun belum dibayar. Padahal, pembangunan sudah dilakukan,” bebernya.
Salah satu tokoh pemuda di Kecamatan Ibu Selatan, Frangki Luang, juga menyesalkan pembangunan rumah sakit Pratama yang tak kunjung selesai sejak tahun lalu.
“Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari pemilik lahan, tidak ada penyelesaian pembayaran dari pemda hingga saat ini. Ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal,” kata Frangki.
Frangki menduga adanya keterlibatan Bupati James Uang dalam pengambilan kebijakan terkait proyek ini. Pasalnya, masyarakat sudah mengetahui lokasi awal pembangunan, namun pelaksanaan proyek tiba-tiba dipindahkan yang tal sesuai dengan perencanaan awal.
APH harus bertindak cepat sesuai dengan Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto, yakni pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Kata Frangki, seluruh elemen yang terlibat, baik dari eksekutif maupun pihak pelaksana proyek, harus diperiksa secara transparan.
“Sudah ada indikasi maladministrasi, dugaan korupsi, dan penyerobotan lahan. APH jangan diam, rakyat butuh keadilan,” tutup Frangky. (*)