Cerita Kamaria Setelah Suaminya Ditahan, Perusahaan dapat Untung Warga Kena Imbas

Narasitimur – Kamaria Malik, wanita sederhana yang kesehariannya mengurus rumah tangga. Kamaria adalah istri dari Nahrawi Salamudin, warga Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara, yang ditahan oleh polisi karena memperjuangkan tanah leluhurnya yang diobrak-abrik oleh perusahaan tambang.
Suaminya dituduh mengganggu aktivitas perusahaan tambang nikel PT Position yang beroperasi di wilayah adat mereka. Nahrawi tak sendiri, ia ditahan bersama 10 warga lainnya dengan tuduhan yang sama. Tetapi, tuduhan itu bagi istri dan keluarga mereka adalah ketidakadilan yang nyata.
Saat ditemui tim narasitimur.id, pada Minggu (20/7/2025) siang, awalnya Kamaria tak menyangka akan kedatangan awak media ke rumahnya yang begitu sederhana. Lantainya beralaskan semen, dinding rumahnya masih menggunakan batako, ruangannya juga tak begitu luas.
Sudah satu bulan lebih Nahrawi ditahan. Kehidupan Kamaria pun berubah drastis. Ia harus berjuang demi menghidupi tiga orang anaknya tanpa kehadiran tulang punggung dalam keluarga dengan menjajakan kue di pasar Maba. Anak sulung mereka masih duduk dibangku kelas 3 SMA, anak kedua kelas 2 SMP, dan anak yang ketiga masih duduk dibangku kelas 2 SD.
Si sulung pun, kata Kamaria, setiap pulang sekolah harus ke kebun memanjat pohon kelapa dan membuat kopra untuk dijual yang nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap hari. Belum lagi, anak bungsu mereka sering bertanya keberadaan ayah mereka yang tak kunjung pulang. Namun, Kamaria dengan sabarnya selalu mengakalinya jawaban “Papa lagi ke kebun panen buah pala”. Kalimat itu kerap menjadi senjata pamungkas Kamaria, saat anak bontotnya itu bertanya.
“Dia bukan kriminal, dia hanya berdiri untuk hak kami. Hak hidup kami,” ucap Kamaria dengan mata berkaca-kaca.
Bagi Kamaria, kehilangan sosok suami dalam keluarga bukan hanya soal kehilangan pasangan hidup, tetapi rasa aman, nyaman, dan tempat sandaran untuk harapan pun sirna. Bayangkan saja, jika tidak membuat kue, Kamaria harus ke kebun untuk mencari biji buah pala milik tetangga yang jatuh untuk dijual. “Biji pala itu baru dijual untuk kami beli makanan,” ungkapnya.
Di kala malam datang, anak-anak mereka tertidur, Kamaria selalu berdoa meminta agar suaminya bersama saudara-saudara mereka itu diberi keadilan. “Setiap malam saya berdoa agar suami saya pulang. Kami tidak minta apa-apa, cuma minta keadilan,” kata Kamaria dengan nada suara yang terbata-bata.
Keadilan yang ia maksud bukan hanya untuk suaminya, melainkan untuk masyarakat adat Maba Sangaji yang selama ini memperjuangkan hak mereka atas lingkungan dan tanah ulayat yang terancam oleh pertambangan.
“Saya tahu kami rakyat kecil. Tapi kalau hukum selalu berpihak ke yang kuat, bagimana nasib kami? Kami ini juga manusia, dan kami juga punya hak,” tegasnya.
Kriminalisasi yang dirasakan Nahrawi bersama 10 warga adalah luka mendalam bagi keluarga mereka. Ibu, istri, bahkan anak-anak mereka hanya menanti kepulangan dan meminta keadilan atas apa yang menjadi hak mereka. Tanah yang mereka jaga sedari nenek moyang, kini dirusaki oleh investor yang tak bertanggung jawab dan mempersulit kehidupan mereka. Sementara para pengusaha, bersorak-sorak dengan pundi-pundi yang masuk ke perusahaan mereka. Pengusaha dapat untung, warga kena imbas. (*)