Kelola Air Laut dan Daur Ulang, Harita Nickel Tekan Dampak Lingkungan

Narasitimur – Di tengah meningkatnya tekanan perubahan iklim dan ekspansi industri, pengelolaan air menjadi indikator penting keberlanjutan perusahaan, khususnya di sektor pertambangan yang memiliki kebutuhan air tinggi dan potensi dampak lingkungan signifikan.
Menjawab tantangan ini, Harita Nickel, perusahaan pengolahan dan pemurnian nikel di Pulau Obi, mencatat dalam Laporan Keberlanjutan 2024 bahwa 91 persen dari total pengambilan air sebesar 867.835 megaliter (ML) berasal dari air laut, yang digunakan terutama untuk proses pendinginan pembangkit listrik.
Selain itu, 4 persen atau 38.764 ML bersumber dari curah hujan yang tertampung di area operasional.
Strategi pengurangan ketergantungan pada air tawar ini diperkuat dengan penerapan sistem pemanfaatan ulang air secara menyeluruh. Harita Nickel berhasil mendaur ulang lebih dari 10 juta meter kubik (m³) air untuk keperluan operasional, termasuk pengendalian sedimen.
Untuk mendukung pengelolaan sedimen, Harita Nickel telah membangun lebih dari 52 kolam sedimentasi di area Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS).
Kolam ini dirancang untuk menangkap partikel sedimen sebelum air dilepaskan ke lingkungan sesuai standar baku mutu.
Salah satu kolam terbesar berada di Tuguraci 2, dengan kapasitas mencapai 924.000 m³ di atas lahan seluas 42 hektare.
Kolam ini dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), serta dipantau secara harian dan rutin dilakukan pengangkatan endapan untuk reklamasi lahan bekas tambang.
“Upaya Harita Nickel ini patut diapresiasi. Saat saya pertama kali datang, infrastruktur belum optimal. Kini, mereka memiliki sediment pond yang cukup besar dibanding tambang nikel lainnya,” ujar Dr. Ir. Muhammad Sonny Abfertiawan, dosen dan peneliti Rekayasa Air dan Limbah Cair dari ITB.
Sonny menjelaskan, karakteristik air tambang nikel di Indonesia umumnya memiliki pH netral hingga basa, dengan logam berat dalam bentuk tersuspensi sehingga mudah diendapkan. Namun, jika ditemukan logam terlarut seperti Cr6, maka perlu perlakuan khusus dengan bahan seperti ferro sulfat (FeSO₄).
Untuk memastikan air tambang dan air sisa pengolahan memenuhi baku mutu, Harita Nickel menggunakan sistem pemantauan kualitas air secara berkala, mengacu pada SPARING (Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Industri Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan) dari KLHK, serta uji laboratorium independen yang terakreditasi.
Harita Nickel menyatakan komitmennya untuk terus mengembangkan inovasi pengelolaan air yang efisien dan ramah lingkungan, sebagai bagian dari kontribusi terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin ke-6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak) dan ke-13 (Penanganan Perubahan Iklim). (*)