Aliansi Solidaritas 11 Warga Maba Sangaji Unjuk Rasa Gugat Dugaan Kriminalisasi Polda Malut

Narasitimur – Aliansi Solidaritas 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji menggelar aksi untuk menggugat kriminalisasi yang dilakukan oleh Polda Maluku Utara, terhadap belasan warga yang saat ini ditahan di Rutan Soasio Tidore.
Aksi berlangsung di depan kantor Kejati dan Polda Maluku Utara, Rabu (6/8/2025).

Belasan warga adat Desa Maba Sangaji ditangkap oleh Polda Maluku Utara, lantaran dituding menghalangi aktivitas tambang PT Position di Halmahera Timur, beberapa bulan lalu
Salah satu orator dalam aksi menyatakan sikap, bahwa aksi hari ini yakni untuk membela 11 warga adat Maba Sangaji yang sudah berbulan-bulan ditahan. Bahkan massa aksi menganggap penangkapan dan penahanan warga, merupakan kriminalisasi.
Dalam aksi itu juga, massa aksi menyebut aparat pengamanan lebih memihak kepada PT Position yang jelas sebagai perusahan tambang perusak ruang hidup masyarakat Adat Maba Sangaji.
Menurut massa aksi, penangkapan tersebut, secara sengaja telah memihak kejahatan lingkugan PT Position. Aktivitas tambang anak perusahaan Harum Energy ini pun, tanpa pemberitahuaan dan persetujuan dengan masyarakat setempat.
“Tak hanya itu, tindakan PT Position ini juga telah melangkahi dan menginjak kehormatan masyarakat Adat Maba Sangaji dengan merusak hutan adat, yang berakibat kerusakan sungai-sungai utama di Maba Sangaji yang tak lain sebagai sumber air dan sumber pangan-gizi masyarakat adat. Dan juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dengan tindakan kriminalisasi masyarakat Adat Maba Sangaji dalam mempertahankan hak atas lingkugan dan sumber-sumber agraria, sebagai hidup dan sumber penghidupan,” ujar orator.
“Kriminalisasi dengan tuduhan premanisme dan pemerasan yang menghalangi investasi tambang adalah cerminan kuat betapa negara, melalui perpanjagan aparat bersenjata dan pejabat publik daerah, berpihak kepada kapital ekstarktif yang merusak ruang hidup,” sambungnya.
Sementara tuduhan premanisme terhadap belasan warga ini pun, sambung dia, jauh dari fakta di lapangan.
Menurutnya, aksi saat itu berlangsung selama tiga hari dan berujung represifitas aparat, ketika masyarakat adat Maba Sangaji melakukan prosesi adat, yakni penancapan tiang bendera adat sebagai tanda bahwa area hutan yang telah diserobot PT Position, adalah hutan adat Maba Sangaji.
“Kesalahan harus ditimpakan baik kepada negara dan perusahan yang tidak menghormati masyarakat adat Maba Sangaji dan ruang hidupnya,” tegasnya.
Tuduhan dan jeratan pasal tersebut, lanjut orator, menunjukan negara melawan dirinya sendiri dengan menangkap warga negara yang sebenarnya hak protesnya telah dijamin oleh konstitusi dalam pasal 28A dan pasal 28H ayat ayat (1) Undang Undang No 32/2009 yang menjamin hak hidup dan mempertahakan hidup, hak atas lingkugan hidup yang sehat dan layak dari sengala ancaman pidana maupun perdata.
Selain itu pula, tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh negara dan perusahan terhadap masyarkat Maba Sangaji, sangat mencerminkan betapa gampang antara negara dan rakyat semakin jauh.
“Di mana negara melindungi tindakan PT Position yang merusak dan menginjak harkat masyarakat Maba Sangaji, dan ruang hidupnya atas nama investasi dibandingkan melindungi rakyatnya dari krisis akibat kerusakan sosial-ekologis. Tuduhan peremanisme dan pemerasan seakan lebih berbahaya dibandingkan dampak tindakan PT Position yang menghancurkan ruang hidup dalam skala luas. Artinya negara melihat secara kacamata kuda dalam melihat kerusakan ruang hidup, yang begitu luas dan menimpakan pada masyarakat dengan jerat pemanisme dan pemerasan,” pungkasnya.
Ada enam poin yang menjadi tuntutan massa aksi, antara lain:
1. Cabut lUP PT Position
2. Sahkan RUU Masyarakat Hukum Adat
3 Mendesak Kapolda Maluku Utara untuk memeriksa PT Position yang diduga merugikan negara sebesar Rp374,9 miliar.
4. Meminta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara untuk mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat Maba Sangaji
5. Tangkap dan adili mafia tanah
6. Meminta sikap tegas Pemprov Maluku Utara, jika tidak, Maluku Utara referndum. (*)